Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Kepada Mbah Kakungku

Mbah Kakungku gimana kabarnya? Semoga Mbah selalu dalam keadaan terbaik. Mbah, memangnya Mbah Kakung lagi apa disana? Memangnya lagi kangen sama aku ya? Kok Mbah Kakung masuk mimpiku semalem? Di mimpiku Mbah Kakung seger banget, wajahnya bersih, giginya sudah ndak ompong lagi, rambut uban mbah juga sekarang penuh ndak kosong lagi. Mbah Kakungku sekarang nambah ganteng lho.. hihihi Mbah, apa Mbah Kakung beneran kangen sampe aku ditunggu pulang? Mbah sabar ya, Emi masih banyak yang harus diurusi disini. Kalau saja Mbah Kakung sekarang lihat aku pasti sering marah-marah karena jarang pulang ke rumah jengukin Mbah. Mbah Kakung pasti sudah kelamaan nunggu di depan TV sampai-sampai ketiduran. Mbah, cucu kesayangan Mbah ini juga kangen kok. Kangen banget. Banyak banget yang pengen diceritain ke Mbah Kakung kalo ketemu. Mbah, tau ndak sekarang ini banyak orang yang baik, tapi jarang ada yang seperti Mbah Kakung. Ndak kaya mbah kakung yang baiknya tulus, sayangnya tulus. Mbah, aku juga ka

Kita Hanya Sebatas Jalan Pulang

Bukankah kita hanya sebatas jalan pulang? Iya, kita hanya sebatas jalan pulang. Mencari arah melalui intuisi. Mengandalkan telepati. Kita hanya sebatas jalan pulang saling menyapa dipersimpangan. Tersenyum seadanya tanpa bertanya kabar ataupun sapa lainnya. Kita hanya sebatas jalan pulang, mencari arah yang kian tertutup debu jalanan. Tertimpa kerikil tajam dan rumput liar. Kita hanyalah sebatas jalan pulang. Menuntun jalan sendirian. Meski kadang angin yang ramah mencoba menghibur dengan hembusan lembutnya. Benar-benar kini kita ada di jalan pulang dan bahkan saling menunggu. Menunggu untuk saling menemukan atau ditemukan. Ingatlah sekali lagi. Kita hanya sebatas jalan pulang yang hampir sampai. Semoga. Emi is Amy

Meramu Rindu

Denting-denting hujan sore ini membuatku tak ingin beranjak. Ia membuatku ingin diam, di sini saja. Memerhati tiada henti. Menata pandanganku perlahan. Mencoba melukisnya dalam lamunan. Seketika itu, awan jingga di ufuk barat yang biasa aku lihat kini tak lagi nampak. Ia ditutup kabut tebal dan guyuran air. Aku tidak dapat melihatnya. Sungguh kali ini aku tidak dapat melihatnya. Biasanya ia yang aku pandang-pandangi. Ku simpan rapi dalam memori. Tapi kini saat aku tak melihatnya. Aku hanya bisa diam saja. Ya, aku mulai diam termangu. Termangu menata rindu. Membuka kembali memori-memori yang kusimpan rapi. Ku bolak-balik seperti lembaran foto dalam album. Terlihat wajah ceria dan menyebalkan. Rupanya rindu semakin memaksaku. Menukik dalam rongga pikiranku. Membuatku makin tak bisa berkata-kata. Membuatku semakin sakit. Tapi aku bisa apa? Aku hanya bisa meramu rindu ini. Tanpa tau bagaimana mengantarkannya padamu sebagai obatku sendiri. Biarlah. Biarkan saja aku yang rasa. Meramu r

Ajari Aku Mengeja

Kadang aku berpikir kenapa hal-hal yang ada di bumi ini sangat rumit, banyak dan penuh. Hampir-hampir aku kurang paham dengan apa yang terjadi. Hampir-hampir aku salah arti. Hampir-hampir aku bahkan tidak mengerti. Semua membuat aku menjadi pusing. Dibuatnya aku tidak bisa tidur. Dibuatnya aku selalu ingin bercerita. Hingga sampai aku bertemu denganmu. Melihatmu, dan aku menjadi tambah tidak mengerti bahkan aku benar-benar khawatir. Seketika hawatir pada diriku sendiri. Apalagi ditambah dengan sorot matamu, tingkahmu, bahkan ucapanmu hingga hela nafasmu. Entahlah aku benar-benar takut dibuatnya. Benar-benar takut. Aku takut salah membaca. Aku makin takut salah membaca yang ada dalam dirimu. Ketakutan yang kadang membuatku malah suka senyum sendiri. Ketakutan yang membuatku kadang marah bahkan kadang curiga. Sungguh aku ingin mengerti. Kusimpan dalam-dalam tanya dalam hatiku, "mengapa begini?" Bolehkah aku memintamu untuk ajari aku mengeja? Sedikit saja. Ajari aku, aku ing

Dear Desember

Dear Desember Bolehkah aku bercerita tentang "engkau" di hari itu? Di satu hari di penghujung bulan, Desember. Engkau berada di sebuah sisi yang aku ingin sekali singgah kemudian enggan untuk pergi. Dimana sebuah doa yang tak sengaja aku pinta dikabulkan Tuhan. Bertemu denganmu lagi. Kebetulan? Ah, aku tidak percaya kebetulan. Karena aku yakin suratan Tuhan bukanlah sebuah kebetulan. Aku masih ingat betul kau duduk di sampingku, di hadapanku, bercerita. Banyak sekali. Ditemani sepotong orchad moccachino yang kau beli untuk kita berdua. Oh iya aku lupa, aku yang memilih rasanya. Baiklah. Entah kenapa waktu berlalu dengan sangat cepat bahkan aku sulit untuk mengingatnya secara detail. Tapi ada yang selalu aku ingat. Namamu. Iya namamu indah untuk aku eja di setiap waktu. Seperti doa yang selalu ku ucap. Ku ulangi setiap hari. Tak pernah aku lupa sedikitpun. Meski aku tidak tahu apakah kau lupa akan aku atau tidak. Tapi taukah engkau jika aku merasa ada yang janggal saat a