Langsung ke konten utama

Dear Desember

Dear Desember
Bolehkah aku bercerita tentang "engkau" di hari itu?

Di satu hari di penghujung bulan, Desember. Engkau berada di sebuah sisi yang aku ingin sekali singgah kemudian enggan untuk pergi. Dimana sebuah doa yang tak sengaja aku pinta dikabulkan Tuhan. Bertemu denganmu lagi. Kebetulan? Ah, aku tidak percaya kebetulan. Karena aku yakin suratan Tuhan bukanlah sebuah kebetulan. Aku masih ingat betul kau duduk di sampingku, di hadapanku, bercerita. Banyak sekali. Ditemani sepotong orchad moccachino yang kau beli untuk kita berdua. Oh iya aku lupa, aku yang memilih rasanya. Baiklah.

Entah kenapa waktu berlalu dengan sangat cepat bahkan aku sulit untuk mengingatnya secara detail. Tapi ada yang selalu aku ingat. Namamu. Iya namamu indah untuk aku eja di setiap waktu. Seperti doa yang selalu ku ucap. Ku ulangi setiap hari. Tak pernah aku lupa sedikitpun. Meski aku tidak tahu apakah kau lupa akan aku atau tidak.
Tapi taukah engkau jika aku merasa ada yang janggal saat aku betemu denganmu lagi? AKu merasa seolah pertemuan itu seperti isyarat jika kita akan berpisah. Berpisah jarak, berpisah waktu. Meski aku sadar ini mungkin hanya sementara. Ya, aku yakin jika Tuhan pun tentu tidak ingin menyiksa kita dengan rindu yang kita simpan terlalu lama. Aku juga yakin jika nanti rindu yang aku punya sama besarnya dengan engkau. Hingga aku pun percaya kau akan kembali lagi. Setidaknya menemuiku, walau mungkin hanya berkata "Hai".

Kemudian di penguhujung bulan, Desember. Setelah kejanggalan itu benar adanya. Lambat laun waktu seolah tidak bersahabat denganku. Aku yang setiap hari tak kuasa menahan bejana rindu ini akhirnya sedikit demi sedikit tumpah. Ternyata rindu ini terlalu banyak. Mengisi tiap sisii hingga tak sanggup lagi bejana hati ini menampungnya. Waktu seolah ingin menelanku hidup-hidup yang kehabisan kata untuk menunggumu. Mungkin memang aku sudah cukup lama menunggumu di persimpangan, atau ini hanya permainan sang waktu yang sengaja membuatnya terasa kadang begitu lama dan kadang cepat. Padahal ia tahu jika tungguku bukan hanya untuk mengirimmu tumpahan rindu ini, tapi membagimu cerita setelah hari itu menunggumu. Tahukah jika aku ada dipersimpangan dimana aku harus memilih untuk terus berjalan dengan bejana yang telah tumpah-tumpah atau menunggumu dan kemudian jalan bersama memikul bejana ini. Entahlah. Aku kehabisan kata.

Akhirnya Desember telah benar-benar berlalu. Persimpangan ini membuat aku merasa lemah. Tak tau harus apa. Mematri diri untuk menunggumu atau bergeser sedikit mencari kemana isi bejana rindu harus aku tumpahkan. Menatap arah-arah kemana aku harus berjalan. Tak akan ada kebetulan. Ah, karena aku masih belum percaya kebetulan. Hingga aku yakin akan ada penghujung Desember, dimana aku akan bertemu denganmu kembali. Atau aku aku harus bertemu dengan cerita yang baru di pengujung bulan, Desember.


Salam hangat
Dariku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu, yang terlahir dari rahim yang sama

Kepada adikku tersayang, yang terlahir dari rahim yang sama. Saat pertama kali aku tahu kau lahir, betapa senangnya aku saat itu, kerena aku tidak akan sendirian lagi. Meskipun kadang aku galak atau bahkan sangat galak padamu, aku harap kamu memakluminya. Aku membawa sifat dasar seorang kakak, keras kepala hingga kini. Aku sadar aku bukan manusia paling baik di dunia ini. Aku juga bukan manusia dengan penuh kesabaran. Tapi aku berusaha menjadi sosok yang senantiasa melindungi dan menjaga keluarga dan orang-orang yang aku sayang termasuk kamu dalam hal apapun. Sebagai seorang kakak yang mungkin kadang jahat dan galak kepadamu, biarlah aku sedikit menuliskan doa-doaku dan harapan-harapanku. Karena aku terlalu lemah untuk mengucapkannya secara langsung kepadamu. Adikku, kuucapkan selamat atas usiamu yang baru saja bertambah satu, yang kini tak pantas lagi jika aku sebut sebagai anak-anak. Selamat karena telah melewati beberapa fase yang membawamu hingga pada titik ini. Selamat karena

Antara menemukan atau mencari

Menemukan atau mencari? Manakah tugasku? Manakah tugasmu? Aku yang menunggumu? Atau kau yang pasti datang menemuiku? Aku tidaklah pandai dalam menyimpan Akupun tidaklah pandai dalam mencari Namun Tuhan mengizinkan aku menemukan Sesuatu yang bahkan aku belum cari Jika ini sebuah takdir Biarkan Tuhan melanjutkan apa yang seharusnya menjadi takdir Biarkan Tuhan mengaturnya apa yang ada dalam garis tanganku, tanganmu Jika bertemunya aku denganmu adalah takdirku juga takdirmu, biarkan Tuhan merancangnya dengan sangat indah Toh akupun belum merancang apapun sebelum melihatmu Namun Jika ini adalah jawaban atas doa-doa Doamu, doaku Biarkan doa menuntun jalan ini Aku tidak akan menuntut apapun kepada Tuhanku Karena aku tidak berhak atas itu Hakku adalah menerima, meski tugasku adalah berdoa, ya meminta Karena yang sejati bukan datang karena terpaksa Karena yang sejati datang disaat yang tepat, tanpa terlalu dan terlewat Karena yang sejati akan datang meskipun dia ta